| 1 comment

HOROR SEPTEMBER

Sebagaimana Agustus, September juga amat lekat dalam memori kolektif bangsa ini.

Bila Agustus adalah masa gegap-gempita, maka September adalah horor dan darah. Horor yang terus menerus ditayangkan tiap tahun hingga anak bangsa tak lagi tahu mana yang fiksi, mana yang fakta. Hanya ketakutan secara naluriah terhadap simbol arit bersilang palu, tiga huruf P-K-I yang efek kengeriannya mirip mitos angka 666,
serta keangkeran "Lubang Buaya".

Kengerian itu terus menerus direproduksi oleh mereka yang mengklaim paling tahu soal sejarah. Tiap September mereka memasang spanduk-spanduk berisi peringatan perihal hantu komunisme dalam pikiran mereka. Di tangan mereka, sejarah seolah sobekan halaman kitab suci untuk menghalau hantu komunisme. Sobekan dari kitab sejarah resmi yang ditulis dalam orde monolitik. Ketika gagasan dan buku yang berbeda pandangan dengan penguasa berarti beracun sehingga harus dilarang. Bila perlu: tangkap, penjarakan, atau buang penulisnya, agar bungkam.

Barangkali mereka lupa, bahwa komunisme juga adalah buah pikiran manusia yang menafsir perubahan sejarah dan pola kehidupan masyarakat, buah pikiran yang terus berubah seiring perubahan zaman; bahwa dari gerakan politik ideologi inilah para aktivis pergerakan kemerdekaan bangsa ini memperoleh inspirasi militansi perlawanan terhadap kerakusan kolonialisme; bahwa dari buku-buku yang ditulis oleh seorang komunis jugalah para pendiri bangsa ini memperoleh tuntunan menuju Republik Indonesia yang merdeka. Atau jangan-jangan mereka tidak pernah membacanya.