| No comment yet

Bibliografi Kajian Naskah Palembang


Di ujung abad ke-20, terbit sebuah buku katalog naskah Nusantara berskala raksasa. Berjudul “Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah-naskah Indonesia Sedunia”. Hasil kerja duo filolog kenamaan di Indonesia: Henri Chambert-loir dan Oman Fathurahman.


Chambert-Loir dan Fathurahman memetakan lokasi puluhan ribu naskah Indonesia yang tersebar di berbagai lembaga, umumnya perpustakaan dan museum, di 37 negara.[1] Jumlah negara itu menjadi 38 jika termasuk Indonesia. Mereka memberi catatan bahwa buku katalog naskah itu tidak menyertakan data tentang koleksi-koleksi pribadi, mengingat informasi tentang koleksi-koleksi pribadi tak mudah diperoleh.

Meski berhasil memetakan sekitar 400 naskah beraksara Kaganga asal Sumatera Selatan yang tersebar di delapan negara, mengenai naskah-naskah di Palembang, Chambert-Loir dan Fathurahman (1999: 152) mencatat sebagai berikut:

“Sekarang ini tidak diketahui koleksi naskah di Palembang, selain koleksi perorangan yang belum diperikan, padahal Palembang pernah menjadi sebuah pusat sastra yang penting, terutama pada awal abad ke-19. Sastra Palembang itu diketahui dari berbagai sumber: Woelders 1975: 28-66 memerikan puluhan naskah (yang kini menjadi milik berbagai perpustakaan) yang berisi data tentang sejarah Palembang; Drewes 1977: 198-241 mencatat semua naskah (berjumlah puluhan, yang kini tersimpan di berbagai perpustakaan) yang pernah dimiliki oleh orang Palembang ataupun yang mengandung karangan orang Palembang; lebih lanjut Drewes membicarakan dua belas pengarang asal Palembang serta karya-karya mereka; Iskandar 1986 mendaftarkan sekitar 40 naskah yang pernah menjadi milik istana Sultan Palembang; selain itu, Kratz 1977 mengandung data tentang kegiatan pernaskahan di Palembang pada akhir abad ke-19.”

Persoalan data naskah-naskah di Palembang yang belum diketahui pada tahun 1999 itu terjawab lima tahun kemudian.

Tahun 2004, terbit dua buku tentang naskah Palembang, yakni: “Jati Diri yang Terlupakan” dan “Katalog Naskah Palembang”. Keduanya merupakan hasil proyek inventarisasi-katalogisasi oleh Yayasan Pernaskahan Nusantara (YANASSA) dengan dukungan Tokyo University of Foreign Studies (TUFS).



Palembang beruntung karena telah memperoleh petunjuk dari tiga buku tersebut.

Lewat “Khazanah Naskah”, Chambert-Loir dan Fathurahman memberi peta sebaran naskah-naskah beraksara dan berbahasa Sumatera Selatan di berbagai lokasi di berbagai negeri.[2] Sedangkan untuk melacak sebaran naskah di Kota Palembang sendiri, dua buku YANASSA adalah pedoman yang sangat berharga.

Perlu segera ditambahkan catatan di sini bahwa tiga buku tersebut terbit dalam rentang dua dekade yang lalu. Sehingga pelacakan lebih lanjut merupakan kebutuhan saat ini. Karena selalu ada kemungkinan daftar naskah dapat berkembang maupun menyusut. Kemungkinan penemuan kembali naskah-naskah selalu terbuka, sebagaimana juga risiko hilangnya naskah-naskah yang pernah ada.

Sampai di sini kita telah membicarakan tentang beberapa petunjuk tentang keberadaan naskah-naskah Palembang. Sebelum beranjak ke persoalan berikutnya, ada baiknya menelusuri kembali lantaran persebaran naskah-naskah Palembang.

Salah seorang peneliti YANASSA yang terlibat dalam kegiatan inventarisasi dan katalogisasi naskah Palembang pada tahun 2003-2004, Maria Indra Rukmi, pernah mengajukan dugaan bahwa naskah-naskah Palembang yang kini terdapat di Perpustakaan Nasional, yang berasal dari dua persewaan naskah di 7 dan 9 Ulu Palembang pada paruh kedua abad ke-19, merupakan naskah-naskah koleksi perpustakaan istana jika dilihat dari sampulnya yang terbuat dari kulit hewan.


Sampul naskah khas Palembang. Sumber: Plomp, M. 1993. "Traditional bookbindings from Indonesia; Materials and decorations". BKI, Vol. 149, No. 3, hlm. 580.

“Ini berarti bahwa naskah sudah berganti pemilik sebelum menjadi koleksi Perpustakaan Nasional di Jakarta,” ungkap Rukmi (2005: 153). Selanjutnya Rukmi berpendapat bahwa tampaknya ketika keraton runtuh, naskah yang tercerai-berai bisa jatuh ke tangan penduduk di perkampungan. “Ini berarti mereka juga memiliki minat untuk membaca, seperti halnya orang di lingkungan keraton,” tambahnya.

Persebaran naskah-naskah keluar tembok istana terjadi sejak peristiwa perebutan Keraton Kuto Besak oleh kolonial Belanda pada tahun 1821. Pada tahun 1823, seorang pejabat kolonial Belanda di Palembang, J.I. van Sevenhoven, menulis sebuah artikel yang menyebutkan bahwa terdapat perpustakaan milik Sultan Mahmud Badaruddin II di dalam kompleks keraton.[3] Tetapi Sevenhoven sama sekali tak menyebutkan tentang isi perpustakaan itu. Ini mengindikasikan sempat terjadi evakuasi harta istana sebelum pasukan kolonial Belanda merebut Keraton Kuto Besak.

Perihal harta istana, termasuk koleksi naskah tentu saja, adalah hal yang mencurigakan bagi pihak kolonial Belanda yang hanya menemukan kekayaan sebesar Nlg. 10.759 ketika membuka kas kesultanan. Mengingat Palembang adalah salah satu kesultanan yang kaya-raya di Nusantara karena perdagangan lada dan sumber daya tambang timah Bangkanya. Setelah melakukan pemeriksaan, akhirnya rahasia terbongkar bahwa masih ada sisa kekayaan sebesar Nlg. 37.000 berupa uang, emas, dan perak yang dititipkan kepada salah seorang anggota keluarga istana.[4]

Keterangan lain yang mengindikasikan sempat terjadi pengosongan perpustakaan istana ialah tulisan Drewes (1977: 204) perihal Sevenhoven yang menggeledah rumah-rumah bangsawan untuk memburu sisa kekayaan sultan. Dalam proses penggeledahan itulah Sevenhoven memperoleh 55 buah naskah yang kemudian dikirim ke Batavia. Pengiriman 55 naskah ini disebutkan dalam notulensi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tahun 1880 sebagai berikut:[5]

“... 55 naskah Melayu dan Arab yang sangat indah tulisannya, dijilid rapi, dan dalam kondisi baik; di antaranya terdapat naskah yang sangat langka, telah dikirimkan kepada Residen Batavia oleh van Sevenhoven yang menjabat sebagai Komisaris Pemerintah Belanda di Palembang. Naskah-naskah yang ditemukan kembali, itu merupakan milik mantan Sultan Palembang Mahmud Badaruddin”.

Keterangan “naskah-naskah yang ditemukan kembali” dalam kutipan di atas mengindikasikan bahwa 55 naskah itu adalah koleksi perpustakaan istana yang tak mereka temukan ketika menduduki Keraton Kuto Besak.

Di kemudian hari, beberapa naskah Keraton Palembang yang sempat “hilang” kemudian menemukan jalannya ke berbagai perpustakaan di beberapa negara. Teuku Iskandar (1986) mendata sedikitnya 40 naskah Keraton Palembang yang tersebar di Belanda, Inggris, dan Jakarta.

Sedangkan di Palembang saat ini ada beberapa naskah keraton yang menjadi koleksi Perpustakaan Kesultanan Palembang Darussalam yang, menurut salah seorang anggota tim inventarisasi-katalogisasi YANASSA-TUFS, belum masuk dalam buku Katalog Naskah Palembang.

***

Kembali ke tahun 2004. Jika Achadiati Ikram memberi judul “yang terlupakan” tentang naskah-naskah Palembang, Sastri Sunarti menulis “yang hilang” perihal Sastra Melayu Palembang yang pernah jaya.[6] Dua judul yang menyiratkan keprihatinan.

Sunarti, Sastri. 2003. "Kejayaan yang Hilang: Sastra Melayu Palembang", dalam Edwar Djamaris, Abdul Hadi W.M., S. Amran Tasai (eds), "Adab dan Adat: Refleksi Sastra Nusantara". Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas. hlm. 284-332.

Apakah naskah dan sastra melayu Palembang benar-benar hilang dan terlupakan?

Paparan perihal naskah-naskah Palembang di atas menunjukkan bahwa memang benar bahwa naskah-naskah Palembang pernah hilang, namun kemudian dapat ditemukan kembali. Bahkan Ikram sebetulnya tak sepenuhnya menyatakan bahwa istilah “naskah” yang ia jadikan sebagai metonimia “jati diri” itu benar-benar sudah terlupakan.

Dalam kata pengantarnya sebagai editor buku “Jati Diri yang Terlupakan”, Ikram (2004: vii) membubuhkan keterangan “nyaris” sebelum kata “terlupakan”. Jadi sebetulnya belum benar-benar dilupakan. Buku yang ia sunting itu sudah membuktikannya.

Akan tetapi, bukan berarti situasi aman-aman saja. Kata “nyaris” mengindikasikan situasi genting, atau, setidaknya sebagai peringatan tentang ketimpangan antara yang ada dengan yang seharusnya. Apa yang ada ialah banyaknya naskah yang tersedia di Palembang dan Jakarta, belum lagi bila juga menghitung yang berada di luar negeri. Sehingga setidaknya kajian-kajian atas naskah-naskah itu perlu diperbanyak pula.

Karena hasil kajian yang biasanya berupa teks transliterasi serta telaah atas naskah, membuka peluang yang lebih besar untuk suatu naskah dapat dibaca dan dipahami oleh masyarakat secara lebih luas. Munculnya teks-teks baru mengenai satu atau beberapa naskah, berarti bertambah pula jejak-jejak ingatan tentangnya. Maka semakin besar peluangnya untuk tak dilupakan.

Skripsi

Berdasarkan hasil penelusuran, karya-karya kesarjanaan di Palembang yang menjadikan manuskrip sebagai bahan kajian terbilang belum cukup banyak.

Data yang penulis himpun secara daring menunjukkan bahwa skripsi pertama di Palembang yang menjadikan naskah sebagai objek kajian serta menggunakan matabaca filologi adalah karya Siti Muhajiriyati yang berjudul "Kitab Kifayah al-Galam: Suntingan Naskah dan Kajian Teks” pada tahun 1995 di Universitas Sriwijaya (UNSRI). Pada tahun dan kampus yang sama, Uum G. Karyanto juga menyelesaikan skripsi berjudul "Syekh Muhammad Samman: Suntingan Naskah dan Analisis Struktur Intrinsik".

Dua tahun kemudian, dari kampus yang sama, menyusul skripsi Nyayu Rodiah dengan judul "Syair Dandan Setia: Suntingan Naskah Disertai Analisis Struktur" serta skripsi Nyimas Laili Yulita berjudul "Syair Siti Zubaidah: Suntingan Naskah dan Analisis Tokoh Wanita". Skripsi terakhir mengenai naskah pada paruh akhir dekade 1990-an di UNSRI ialah karya Muhammad Nasir yang berjudul "Kitab Peryasan Bagus: Suntingan Naskah dan Kajian Isi Teks".

Tahun 2000, di Fakultas Sastra UI Depok, Titut Sutyani menyelesaikan skripsi dengan pendekatan kodikologi mengenai naskah-naskah Palembang koleksi Perpustakaan Nasional. Berjudul "Naskah Palembang Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia: Sebuah Tinjauan Kodikologis". Skripsi inilah yang pertama mengkaji naskah-naskah Palembang secara kodikologis. Pembimbing skripsi ini adalah Maria Indra Rukmi yang tulisannya sudah disebut di atas.

Setelah tahun 2000, skripsi filologi muncul dari Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang. Sedikitnya telah selesai tiga skripsi, yakni:

“Naskah Catatan Harian Raden Haji Abdul Habib: Kajian Filologi dan Analisis Teks terhadap Naskah" (Abdul Halif, 2016)

"Naskah Bidayah al-Hidayah Karangan Muhammad Zayn ibn Jalaludin as-Syafi’i al-Asyi (Suntingan Teks dan Analisis Isi)" (Devi Asmuriza, 2018)

“Transliterasi dan Analisis Teks atas Naskah Terjemahan Al-Hikam Karya Raden Muhammad Zain Ibnu Raden Ismail” (Syaipul Hidayat, 2018)

“Naskah Gelumpai pada Peti 91 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia: Deskripsi Naskah, Suntingan Teks, dan Analisis Isi” (Masayu Naurotul Ulfah, 2018).

“Naskah 'Aqidatu Al-Awam (Suntingan Teks dan Analisis Isi)” (Lestari, Yusi. 2018).

“Suntingan Teks dan Analisis Isi pada Naskah Ulu Sumatera Selatan dalam Koleksi Peti PNRI No 91/3+” (Nuzulur Ramadhona, 2019).

Skripsi Masayu Naurotul Ulfah dan Nuzulur Ramadhona adalah dua skripsi pionir di Palembang yang mengkaji naskah beraksara Kaganga/Ulu.

Selain Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah yang menjadi lembaga kaderisasi peneliti manuskrip di Palembang saat ini, perlu disebutkan juga sebuah skripsi terbaru pada tahun 2020 karya Widya Novita Sari di FKIP Upgri Palembang, berjudul “Pemikiran Sultan Mahmud Badaruddin II tentang Lingkungan (Studi Syair Burung Nuri)”.

Tesis

Sudah ada tiga judul tesis S2 mengenai naskah-naskah Palembang. Pertama, tesis Dewi Sukarti pada tahun 2001, di Universitas Leiden, berjudul “The Confluence of the Adat, Islamic and Dutchlaws in the Oendang-Oendang Simboer Tjahaja”.

Kedua, masih mengenai naskah perundang-undangan di Palembang, pada tahun 2002, Yamin menyelesaikan tesis berjudul “Kodifikasi Naskah Undang-Undang Palembang: Suatu Tinjauan Filologis dan Penelitian Hukum Normatif”, di Fakultas Ilmu Budaya UI Depok.

Ketiga, karya Nyimas Umi Kalsum berjudul “Tuhfah Ar-Ragibin Fi Bayan Haqiqat Iman Al-Mukmin: Tanggapan terhadap Doktrin Wujudiyyah di Palembang Abad XVIII”, pada tahun 2004, juga di Fakultas Ilmu Budaya UI Depok.

Disertasi

Tesis S3 tentang naskah Palembang juga baru berjumlah tiga.

Pertama, disertasi karya Muhammad Adil berjudul "Simboer Tjahaja: Studi tentang Pergumulan Hukum Islam dan Hukum Adat dalam Kesultanan Palembang Darussalam", di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, tahun 2012.

Kedua, karya Nyimas Umi Kalsum di Program Studi Peradaban Islam UIN Raden Fatah, pada tahun 2016, berjudul “Budaya Beratib di Palembang: Studi Kasus Naskah Lama Ratib Samman di Masa Kini”.

Ketiga, karya Raden Muhammad Ali Masri berjudul "Syair Perang Palembang dari Sudut Analisis Wacana Mega", pada tahun 2017, di Fakulti Bahasa dan Komunikasi Universiti Pendidikan Sultan Idris, Malaysia.

Buku-buku

Pada bagian ini penulis mengulas sekilas beberapa buku tentang naskah Palembang.

Ada dua risiko yang penulis hadapi dalam penyusunan daftar pustaka tentang naskah-naskah Palembang. Pertama ialah reduksi makna setiap karya. Untuk keperluan analisis sederhana, penulis mengklasifikasi judul-judul buku tentang naskah Palembang menjadi empat kategori, yakni: Sastra, Hukum, Sejarah & Pernaskahan, serta Agama. Dalam kenyataannya, beberapa buku memiliki beberapa faset kajian, sehingga ada beberapa judul buku yang bersifat lintas bidang atau dapat sekaligus masuk ke beberapa kategori.

Risiko kedua ialah klaim. Klaim di sini ialah menganggap judul-judul naskah tertentu sebagai bagian dari naskah Palembang, meski belum definitif bahwa suatu naskah tertentu memang berasal dari Palembang. Klaim penulis merujuk ke berbagai sumber yang menyebutkan beberapa naskah yang diduga berasal dari Palembang.

Buku Sastra

Jika terkaan Van Hoevel benar bahwa naskah Syair Bidasari berasal dari Palembang, maka bukunya yang diterbitkan di Batavia pada tahun 1843, berjudul "Sjair Bidasari: Een Oorspronkelijk Maleisch Gedicht", “Syair Bidasari: Sebuah Syair Melayu Asli”, adalah yang pertama mengupas naskah sastra Palembang.

(Silakan lihat catatan tentang Syair Bidasari lewat tautan INI)

Tak hanya Syair Bidasari, ada dua syair yang juga populer, yaitu Syair Ken Tambuhan dan Syair Yatim Nestapa. Tiga syair tersebut pernah dibahas secara khusus oleh H.C Klinkert dalam buku berjudul “Drie Maleisische Gedichten, of de Sjaïrs Ken Tamboehan, Jatim Noestapa en Bidsari”, terbit di Leiden pada tahun 1886.

Tiga syair populer tersebut di atas dapat disandingkan dengan tiga judul syair yang dinisbahkan kepada Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai penulisnya, yakni: Syair Nuri (Jusuf, 1978; Gani, 2007), Syair Sinyor Kosta (Mohd. Yusof, 1986; Teeuw et al, 2004 Jilid I & 2), dan Syair Perang Palembang. Untuk judul yang disebut terakhir, Sultan Mahmud Badaruddin II berperan sebagai pemrakarsa, sedangkan penulisnya ialah Juru Tulis Istana bernama R.M. Rasip (Syarifuddin, 2009).

Syair Perang Menteng a.k.a. Syair Perang Muntinghe atau Syair Perang Palembang adalah variasi judul untuk naskah serupa. Hanya beda pelafalan nama “Menteng” yang lebih bernada Indonesia ketimbang nama “Herman Warner Muntinghe” untuk lidah Belanda. Sedangkan Syair Perang Palembang merupakan judul gubahan Drs. Atja. Ia berargumen bahwa lebih tepat bila judul syair itu adalah nama pihak yang menjadi pemenang. Mengingat Muntinghe adalah komandan pasukan kolonial Belanda yang kalah dan melarikan diri dari Palembang pada tahun 1819.

Atja adalah orang pertama yang mengalihaksarakan naskah syair perang itu. Edisi pertama diterbitkan oleh Museum Pusat di Jakarta pada tahun 1967, kemudian diterbitkan ulang di Palembang oleh Museum Balaputra Dewa pada tahun 1994. Setelah karya Atja, teks Syair Perang Menteng berkali-kali dimuat sebagai lampiran dalam buku-buku sejarah Palembang (Woelders, 1975; Akib, 1980; Hanafiah & Soetadji, 1996). Selain itu juga pernah diterbitkan dua kali sebagai buku tersendiri (Rahman, 2009; Panji, 2010).


Buku Hukum

Ada keraguan ketika mengelompokkan beberapa judul buku yang masuk dalam kategori ini. Pasalnya, pertama, semua judul buku dalam kategori ini ialah yang terkait naskah Undang-Undang Simbur Cahaya (UUSC). Kedua, ada cukup banyak edisi naskah UUSC, khususnya pada era Hindia Belanda, dengan beragam judul pula. Akan tetapi, sekali lagi, dengan risiko melakukan reduksi, penulis hanya memilih tiga judul, yakni buku UUSC yang disusun oleh Budenani (1958) dengan pertimbangan sebagai buku UUSC yang terbit pertama pada era Indonesia Merdeka, serta dua buku kajian atas UUSC karya Berlian (2000) dan Adil (2011).


(Lihat daftar ragam edisi UUSC lewat SINI)

Buku Sejarah & Pernaskahan

Buku-buku tentang naskah sejarah Palembang kebanyakan berupa, atau memuat, naskah silsilah (Noegraha, 2001; Syafiddin, 2007; Mujib, 2011; Adil et al, 2019). Buku "Het Sultanaat Palembang 1811-1825" (Woelders, 1975) yang sejatinya berisi kajian atas beberapa teks syair adalah pengecualian. Karya Woelders tersebut adalah salah satu buku dengan faset-faset kajian yang dapat masuk kategori sastra sekaligus sejarah dan pernaskahan. Sementara dua judul lainnya tak perlu diragukan lagi: "Jati Diri yang Terlupakan: Naskah-naskah Palembang" dan "Katalog Naskah Palembang".

Buku Keagamaan

Palembang sebetulnya memiliki naskah-naskah keagamaan yang berlimpah. Namun jumlah buku yang menjadikannya sebagai bahan kajian terbilang belum sepadan. Karya Drewes (1977) adalah buku pertama yang masuk kategori ini. Meski demikian, karya Drewes ini juga dapat menjadi rujukan tentang sejarah dan pernaskahan Palembang. Rujukan yang sangat penting, bahkan. Nilai penting itu ada pada lampiran setebal 47 halaman yang berisi pemaparan tentang naskah-naskah Palembang dan para penulisnya.

Di antara judul-judul buku tentang naskah-naskah keagamaan dari Palembang yang ditulis oleh Abu Hanifah (1995a & 1995b), Nyimas Umi Kalsum (2012, 2015, 2017), terdapat beberapa judul yang menarik perhatian, yakni beberapa karya Syekh Muhammad Azhari al-Palembani yang disusun oleh Kemas Andi Syarifuddin.

Ada lima judul buku susunan Syarifuddin (2014, 2015, 2017a & 2017b, 2018) berdasarkan naskah-naskah karya Syekh Muhammad Azhari al-Palembani yang dipublikasikan dengan dukungan keturunan Datuk Azhari. Dua dari lima judul buku itu berupa himpunan syair-syair yang tersebar dalam kitab-kitab karya Syekh Muhammad Azhari.


***

Bibliografi ini tentu masih belum lengkap, baik dari segi jumlah karya yang dicakup serta keterbatasan uraian atas beberapa judul saja. Oleh karena itu bibliografi ini bukan pula daftar final. Mengingat penyusunan bibliografi adalah kerja berkelanjutan.

__________

Catatan Akhir

[1] Negara-negara yang masuk daftar penyimpan naskah-naskah Indonesia dalam buku ini ialah: Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Brunei, Ceko, Denmark, Hungaria, India, Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Malaysia, Norwegia, Polandia, Portugal, Prancis, Rusia, Selandia Baru, Singapura, Spanyol, Swedia, Swiss, Thailand, dan Vatikan.

[2] Negara-negara yang menyimpan naskah-naskah Kaganga asal Sumatera Selatan antara lain: Amerika Serikat, Belanda, Denmark, Inggris, Irlandia, Jerman, dan Prancis.

[3] Sevenhoven, J.I. van. 2015. “Lukisan tentang Ibu Kota Palembang”. Yogyakarta: Ombak. Versi ini merupakan edisi baru setelah edisi 1971 yang diterbitkan oleh KITLV bersama LIPI sebagai bagian dari “Seri Terdjemahan Karangan-karangan Belanda”. Versi asli karya Sevenhoven terbit pertama kali sebagai salah satu tulisan dalam Verhandelingen van het BGKW No. IX, tahun 1823, hlm. 39-126, dengan judul “Beschrijving van de Hoofdplaats van Palembang”.

[4] Peeters, Jeroen. 1997. 1997. “Kaum Tuo-Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942”. Jakarta: INIS. hlm.13.

[5] Diterjemahkan dari penggalan pernyataan dalam Notulensi BGKW 1880 mengenai Manuskrip Palembang. Ikram, Achadiati. 2004. “Sejarah Palembang dan Sastranya” dalam “Jati Diri yang Terlupakan: Naskah-naskah Palembang”. Jakarta: YANASSA & TUFS. hlm. 51.

[6] Sunarti, Sastri. 2003. "Kejayaan yang Hilang: Sastra Melayu Palembang", dalam Edwar Djamaris, Abdul Hadi W.M., S. Amran Tasai (eds), "Adab dan Adat: Refleksi Sastra Nusantara". Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas. hlm. 284-332.

###

Daftar Pustaka Kajian Naskah Palembang

Buku

1843

Hoevell, W.R. van. 1843. "Sjair Bidasari: Een Oorspronkelijk Maleisch Gedicht". Batavia: Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

1886

Klinkert, H.C. 1886. “Drie Maleisische Gedichten, of de Sjaïrs Ken Tamboehan, Jatim Noestapa en Bidsari”. Leiden: Brill.

1922

Rassers, W.H. 1922. “De Pandji-roman”. Antwerpen: Boekdrukkerij de Vos-van Kleef. hlm. 55-127.

1958

Budenani. 1958. "Undang-Undang Simbur Tjahaja jang Terpakai di Pedalaman Palembang". Jakarta: Djawatan Kebudajaan Kem. P.P. dan K.

1967

Atja. 1967. "Sjair Perang Palembang: Gelora Perlawanan Rakjat Palembang terhadap Kolonialis Belanda antara Tahun 1811-1821". Jakarta: Museum Pusat.

1968

Poerbatjaraka, R.M.Ng. 1968. “Cerita Panji dalam Perbandingan”. Jakarta: Gunung Agung.

1975

Woelders, M.O. 1975. "Het Sultanaat Palembang 1811-1825". 'S-Gravenhage - Martinus Nijhoff. hlm. 194-222.

1977

Drewes. G.W.J. 1977. "Directions for Travellers on the Mystic Path: Zakariyya' al-Ansari's Kitab Fath al-Rahman and its Indonesian Adaptations - with an Appendix on Palembang Manuscripts and Authors". The Hague: Martinus Nijhoff.

1978

Jusuf, Jumsari. 1978. "Syair Burung Nuri". Dari Syair Nuri Karangan Sultan Badaroedin. Jakarta: Depdikbud.

Munawar, Tuti. 1978. “Syair Bidasari”. Jakarta: Depdikbud.

1986

Mohd. Yusof Md. Nor. 1986. "Syair Sinyor Kosta: Satu Kajian Teks". Kuala Lumpur: Teks Publishing.

1989

Ahmad, Jamilah Hj. 1989. “Syair Bidasari”. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

1994

Atja. 1994. Syair Perang Palembang”. Palembang: Museum Balaputra Dewa.

1995

Hanifah, Abu. 1995. "Sairu S-Salikin I. Jakarta: Depdikbud.

Hanifah, Abu. 1995. "Kasyfu L-Gaibiyah". Jakarta: Depdikbud.

1997

Hartati, Wahyuningsih, dan Abu Hanifah. 1997. "Kajian Nilai Budaya Naskah Kuno Sairu's Salikin II". Jakarta: Depdikbud.

1998

Minerva, Putri. 1998. "Syair Bidasari: Analisis Tema, Amanat, dan Nilai Budaya". Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

2000

Berlian, Saudi. 2000. "Pengelolaan Tradisional Gender: Telaah Keislaman atas Naskah Simboer Tjahaja". Jakarta: Millennium Publisher.

2001

Noegraha, Nindya. 2001. "Asal-usul Raja-raja Palembang dan Hikayat Nakhoda Asyiq dalam Naskah Kuno (Koleksi Perpustakaan Nasional RI)". Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

2002

Millie, Julian. 2002. “Syair Bidasari”. Leiden: KITLV Press.

2004

Ikram, Achadiati (ed). 2004. "Jati Diri yang Terlupakan: Naskah-naskah Palembang". Jakarta: Yayasan Pernaskahan Nusantara.

Ikram, Achadiati (ed). 2004."Katalog Naskah Palembang". Tokyo: Yayasan Pernaskahan Nusantara & Tokyo University of Foreign Studies.

Millie, Julian. 2004. "Bidasari: Jewel of Malay Muslim Culture". Leiden: KITLV Press.

Teeuw, A, R. Dumas, Muhammad Haji Salleh, R. Tol, M.J. van Yperen (eds). 2004. "A Merry Senhor in the Malay World: Four Texts of the Syair Sinyor Kosta. Volume I & II" . Leiden: KITLV.

2005

Oktovianny, Linny. 2005. "Petualangan Cendawan Putih". Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas.

2007

Gani, Wahyunah Abd. 2007. "Syair Si Burung Nuri". Dewan Bahasa dan Pustaka.

Syafiddin, Nurhayati dkk. 2007. "Naskah Asal-usul dan Zuriat Raja-raja Palembang: Koleksi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang". Palembang: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang.

2009

Rahman, Syaipul dkk. 2009. "Syair Perang Palembang 1819". Palembang: Disbudpar Kota Palembang.

2010

Panji, Kemas A. Rachman dkk. 2010. "Syair Perang Menteng dalam Kajian Naskah". Palembang: RAFAH Press.

2012

Kalsum, Nyimas Umi. 2012. "Mengungkap Tabir Rahasia Beratib Pasca Resepsi Pernikahan di Palembang". Palembang: Noer Fikri Offset.

2011

Adil, Muhammad. 2011. “Simboer Tjahaya: Pergumulan Hukum Adat & Hukum Islam”. Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan.

Mujib, 2011. "Sejarah Raja-Raja Palembang dan Silsilah Keturunannya: Edisi Teks Naskah Sejarah Raja-Raja Palembang". Depok: Foukoka Pustaka Utama.

2014

Syarifuddin, Kemas Andi. 2014. “Risalah Aqidah Tauhid Ma’rifat – Karya Syekh Muhammad Azhari al-Palembani”. Palembang: Zuriat Datuk Azhari.

2015

Kalsum, Nyimas Umi. 2015. "Rodat: Bentuk Revitalisasi Budaya Melayu Palembang (Telaah Filologis dan Analisis Isi terhadap Naskah Maulid Sarafal 'Anam)". Palembang: Noer Fikri Offset.

Rochmiatun, Endang. 2015. "Pemikiran dan Peranan Perempuan Melayu Palembang Abad 19-20 M". Yogyakarta: Idea Press.

Syarifuddin, Kemas Andi. 2015. “Syair-syair Spiritual – Karya Syekh Muhammad Azhari al-Palembani”. Palembang: Zuriat Datuk Azhari.

2017

Kalsum, Nyimas Umi. 2017. “Perbandingan Naskah Tuhfah Ar-Ragibin Syekh Abdus Samad al-Falimabani dengan Syekh Arsyad al-Banjari (Kajian Filologi dan Analisis Isi)”. Palembang: Rafah Press.

Syarifuddin, Kemas Andi. 2017. “Manaqib Syekh Muhammad Samman Al-Madani Karya Syekh Muhammad Azhari al-Palembani”. Palembang: Zuriat Datuk Azhari.

Syarifuddin, Kemas Andi. 2017. “Kisah Isra’ Mi’raj Karya Syekh Muhammad Azhari al-Palembani”. Palembang: Zuriat Datuk Azhari.

2018

Syarifuddin, Kemas Andi. 2018. “Puisi-puisi Religi Karya Syekh Muhammad Azhari al-Palembani”. Palembang: Zuriat Datuk Azhari.

2019

Adil, Muhammad, Saudi Berlian, Kemas A.R. Panji (eds). 2019. "Hikayat Palembang". Palembang: Rafah Press.

***

Artikel

1876

Clerq, F.S.A. de. 1876. “Eenige bijzonderheden over het Maleisch van Palembang”. TBG, 23: 517-523.

1934

Overbeck, H. O. 1934. "Malay Animal and Flower Shaers". Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. 12, No. 2 (119), hlm. 108-148.

Overbeck, H. 1934. “Bambang To’ Séna; Een Palembangsch wajangverhaal”. Djawa, 14: 104-116.

1964

Voorhoeve, P. 1964. "A Malay scriptorium", in: John Bastin and R. Roolvink (eds), Malayan and Indonesian studies, Essays presented to Sir Richard Winstedt on his eighty-fifth birthday, pp. 256-66. Oxford: Clarendon.

1976

Yusuf, Yusmari. 1976. "Syair Burung Nuri, présentation et transcription du manuscrit ML 8 de la bibliothèque de Jakarta". Archipel, vol. 11, hlm. 57-70.

1977

Kratz, E.U. 1977. “Running a Lending Library in Palembang in 1886 AD”. Indonesia Circle 14: 3–12.

1980

Kratz, E.U. 1980. “A brief description of the ‘Malay’ manuscripts of the ‘Overbeck Collection’ at the Museum Pusat, Jakarta”. Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society 53 (1): 90–106.

Voorhoeve, P. 1980. “List of Malay manuscripts which were formerly kept at the General Secretariat in Batavia”. Archipel 20: 71-77.

1985

lskandar, T. 1985. “Muhammad Kelanah, A nineteenth century collector and copyist of manuscripts”. Paper delivered at the Fifth European Colloquium on Malay and Indonesian Studies, Sintra ( Portugal) , March 1985.

1986

Iskandar, T. 1986. “Palembang Kraton Manuscripts”, dalam C.M.S. Hell Wig dan S.O. Robson (eds), “A Man of Indonesian Letters: Essays in Honour of Professor A. Teeuw”. Dordrecht: Foris Publications. hlm. 67-72.

1995

Iskandar, Teuku. 1995. “Muhammad Kelanah. Pengumpul dan Penyalin Manuskrip Abad ke Sembilan Belas”, dalam Jurnal Pangsura, No. 1, Vol. 1, Juli-Desember 1995. hlm. 74-83.

1996

Koster, G.L. 1996 "Stranded in a foreign land: Sultan Mahmud Badaruddin's Syair Nuri" Indonesia Circle. School of Oriental & African Studies. Newsletter, 24:68, 22-34.

2001

Koster, G.L. 2001. "Jatuh Terselit di Negeri Orang - tentang Syair Nuri, Karangan Mahmud Badaruddin, Sultan Palembang". Paper Simposium Internasional Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) V, Padang, 28-31 Juli 2001.

2003

Sunarti, Sastri. 2003. "Kejayaan yang Hilang: Sastra Melayu Palembang", dalam Edwar Djamaris, Abdul Hadi W.M., S. Amran Tasai (eds), "Adab dan Adat: Refleksi Sastra Nusantara". Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas. hlm. 284-332.

2005

Rukmi, Maria Indra. 2005. “Penyalinan Naskah Melayu di Palembang: Upaya Mengungkap Sejarah Penyalinan”, dalam Jurnal WACANA, No. 2, Vol.7, Oktober 2005, hlm. 149-160.

2006

Pudjiastuti, Titik. 2006. "Looking at Palembang through Its Manuscripts". Indonesia and the Malay World, Vol. 34, Issue 100, hlm. 383-393.

2013

Amin, Abdul Azim. 2013. "Pemikiran Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah Syekh Muhammad Azhari Al-Falimbani dalam Naskah Palembang 1842". Tamaddun, Vol. 13 No. 1.

Kalsum, Nyimas Umi. 2013. "Tradisi Penyalinan Naskah Islam Palembang: Ditinjau dari Perspektif Ekonomi". Tamaddun, Vol. 13, No. 1.

2014

Nur, Mahmudah. 2014. “Hikayat Martalaya: Potret Akulturasi Budaya Lokal dengan Agama di Palembang”. Penamas, Vol. 27, No. 1, April-Juni 2014, hlm. 17-32.

2015

Rochmiatun, Endang. 2015. "Perubahan Ekonomi dan Perkembangan Peradaban Islam di Palembang Abad XVII–XIX M: Telaah atas Naskah-naskah Kontrak Sultan Palembang". Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 2, hlm. 369–392

Zakaria, N. 2015. "Model Wanita Kosmopolitan dalam Budaya Perdagangan melalui Syair Sinyor Kosta". PENDETA: Journal of Malay Language, Education and Literature, 6, hlm. 260 - 273.

2016

Anggraini, Dian. 2016. "Si Dayang Rindu Tunang Raja Palembang: Morphology of Vladimir Propp". Metasastra, Vol. 9, No.2, Desember 2016. hlm. 173-184.

Rochmiatun, Endang. 2016. “Orang Laut, Bajak Laut, dan Raja Laut: Dinamika Kehidupan dan Kekuasaan dalam Naskah Kontrak Sultan-sultan Palembang Abad 18-19”. Manuskripta, Vol. 6, No. 1, hlm. 181-211.

2018

Damayanti, Ahwa Rika & Ahmad Zamhari. 2018. “Naskah Syair Burung Nuri pada Masa Kesultanan Palembang sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah”. Kalpataru, Vol. 4, Nomor 1, Juli 2018, hlm. 41-47.

Rochmiatun, Endang. 2018. "Elit Lokal Palembang dan Polemik Kebangkitan Kesultanan Palembang: Menggali Sumber Sejarah melalui Manuskrip". Manuskripta, Vol. 8, No. 1, hlm. 107-127.

Sobari, Dolla. 2018. "Kitab Rāhatu Ṣalihin Wa Ṣawā ‘Iqu Al-Munafiqīn (Kajian Filologi)". Adabiyah, Vol. 18, No. 1, hlm. 91-104.

2019

Fadhilah, Rohhimah Nur & I Gusti Ngurah Tara Wiguna. 2019. "Kajian Epigrafi pada Piagěm Kesultanan Palembang". Humanis, Vol 23, No. 3, hlm. 209-215.

Kalsum, Nyimas Umi. 2019. "Konsep Akidah dalam Naskah Aqidatu -l Awam". Dalam Prosiding Seminar Nasional Naskah dalam Kajian Antardisiplin. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. hlm. 234-247.

Kalsum, Nyimas Umi. 2019. “Potret Praktik Keberagaman Masyarakat Palembang Abad ke-19 dalam Naskah Tasawuf”. Manuskripta, Vol. 9, No. 2, hlm. 23-33.

Ramadhona, Nuzulur. 2019. “Suntingan Teks dan Analisis Isi pada Naskah Ulu Sumatera Selatan dalam Koleksi Peti PNRI No 91/3+”. Siddhayatra, Vol. 24, No. 1, hlm. 49-60

Rochmiatun, Endang. 2019. “Naskah Gelumpai di Uluan Palembang: Antara Ajaran Islam dan Ajaran Hindu-Buddha”. Manuskripta, Vol. 9, No. 1, hlm. 45-67.

Sepriady, Jeki. 2019. "Fundamentalisme dalam Syair Perang Palembang 1819". Kalpataru, Vol. 5, No. 1, hlm. 19-24.

***

Skripsi

1995

Karyanto, Uum G. 1995. "Syekh Muhammad Samman: Suntingan Naskah dan Analisis Struktur Intrinsik". Palembang: Skripsi di Universitas Sriwijaya, tidak dipublikasikan.

Muhajiriyati, Siti. 1995. "Kitab Kifayah al-Galam: Suntingan Naskah dan Kajian Teks". Palembang: Skripsi Universitas Sriwijaya, tidak dipublikasikan.

1997

Rodiah, Nyanyu. 1997. "Syair Dandan Setia: Suntingan Naskah Disertai Analisis Struktur". Palembang: Skripsi Universitas Sriwijaya, tidak dipublikasikan.

Yulita, Nyimas Laili. 1997. "Syair Siti Zubaidah: Suntingan Naskah dan Analisis Tokoh Wanita". Palembang: Skripsi Universitas Sriwijaya, tidak dipublikasikan.

1998

Nasir, Muhammad. 1998. "Kitab Peryasan Bagus: Suntingan Naskah dan Kajian Isi Teks". Palembang: Skripsi Universitas Sriwijaya, tidak dipublikasikan.

2000

Sutyani, Titut. 2000. "Naskah Palembang Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia: Sebuah Tinjauan Kodikologis". Depok: Skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, tidak dipublikasikan.

2016

Halif, Abdul. 2016. "Naskah Catatan Harian Raden Haji Abdul Habib - Kajian Filologi dan Analisis Teks Terhadap Naskah". Palembang: Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah.

2018

Asmuriza, Devi. 2018. "Naskah Bidayah al-Hidayah Karangan Muhammad Zayn ibn Jalaludin as-Syafi’i al-Asyi (Suntingan Teks dan Analisis Isi)". Palembang: Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah, tidak dipublikasikan.

Hidayat, Syaipul. 2018. “Transliterasi dan Analisis Teks atas Naskah Terjemahan Al-Hikam Karya Raden Muhammad Zain Ibnu Raden Ismail”. Palembang: Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah, tidak dipublikasikan.

Lestari, Yusi. 2018. “Naskah 'Aqidatu Al-Awam (Suntingan Teks dan Analisis Isi)”. Palembang: Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah, tidak dipublikasikan.

Ulfah, Masayu Naurotul. 2018. “Naskah Gelumpai pada Peti 91 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia - Deskripsi Naskah, Suntingan Teks, dan Analisis Isi”. Palembang: Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah, tidak dipublikasikan.

2019

Ramadhona, Nuzulur. 2019. “Suntingan Teks dan Analisis Isi pada Naskah Ulu Sumatera Selatan dalam Koleksi Peti PNRI No 91/3+”. Palembang: Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah, tidak dipublikasikan.

2020

Sari, Widya Novita. 2020. “Pemikiran Sultan Mahmud Badaruddin II tentang Lingkungan (Studi Syair Burung Nuri)”. Palembang: Skripsi di FKIP Universitas PGRI.

***

Tesis

2001

Sukarti, Dewi. 2001. “The Confluence of the Adat, Islamic and Dutchlaws in the Oendang-Oendang Simboer Tjahaja”. Leiden: Tesis di Faculties of Letters and Theology Leiden Unversity.

2002

Yamin. 2002. “Kodifikasi Naskah Undang-Undang Palembang: Suatu Tinjauan Filologis dan Penelitian Hukum Normatif”. Depok: Tesis Fakultas Ilmu Budaya, tidak dipublikasikan.

2004

Kalsum, Nyimas Umi. 2004. "Tuhfah Ar-Ragibin Fi Bayan Haqiqat Iman Al-Mukmin - Tanggapan terhadap Doktrin Wujudiyyah di Palembang Abad XVIII". Depok: Tesis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, tidak dipublikasikan.

***

Disertasi

2011

Adil, Muhammad. 2011. "Simboer Tjahaja: Studi tentang Pergumulan Hukum Islam dan Hukum Adat dalam Kesultanan Palembang Darussalam". Tangerang Selatan: Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah.

2016

Kalsum, Nyimas Umi. 2016. “Budaya Beratib di Palembang: Studi Kasus Naskah Lama Ratib Samman di Masa Kini”. Palembang: Disertasi Program Studi Peradaban Islam UIN Raden Fatah.

2017

Masri, Raden Muhammad Ali. 2017. "Syair Perang Palembang dari Sudut Analisis Wacana Mega". Kuala Kubu Bharu: Disertasi Fakulti Bahasa dan Komunikasi Universiti Pendidikan Sultan Idris.

| No comment yet

Stop Sebar Hoax Ahmad Yani Resmikan Jembatan Ampera pada 30 September 1965!



Belakangan ini viral kabar di Palembang bahwa peresmian Jembatan Bung Karno, kemudian pada era Orde Baru menjadi Jembatan Ampera, ialah pada tanggal 30 September 1965 oleh Ahmad Yani. 

Sedangkan buku “Venesia dari Timur: Memaknai Produksi dan Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial sampai Pascakolonial” karya Dedi Irwanto, halaman 223, memuat keterangan bahwa peresmian Jembatan Bung Karno berlangsung pada tanggal 10 November 1965.

Manakah yang benar?

Mari periksa!

2007

Hasil penelusuran menunjukkan bahwa tulisan pertama yang memuat informasi bahwa Ahmad Yani meresmikan Jembatan Bung Karno pada 30 September 1965 adalah sebuah postingan dalam blog "Kreativitas ‘Amar Lubai’" berjudul "Jembatan Ampera" pada tahun 2007.

 
Sumber: https://amarlubai.wordpress.com/jembatan-ampera/
https://amarlubai.wordpress.com/jembatan-ampera/
https://amarlubai.wordpress.com/jembatan-ampera/

Berikut ini kalimat yang kemudian berefek berantai penyebaran hoax itu.

“Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965 Oleh Letjend Ahmad Yani ( sore hari Pak Yani Pulang dan subuh 1 Oktober 65 menjadi Korban Gestok)...”

2009

Dua tahun kemudian, tepatnya pada September 2009, seorang anak muda bernama Uyung yang keranjingan bertualang dan mencatat perjalanannya, menulis hal serupa terkait peresmian Jembatan Ampera.

 
https://uyungbanget.blogspot.com/2009/09/jembatan-ampera-palembang.html
https://uyungbanget.blogspot.com/2009/09/jembatan-ampera-palembang.html

Uyung dengan setia mengutip Amar Lubai lengkap dengan kekeliruan-kekeliruan kecil berupa huruf “O” kapital serta kelebihan satu spasi setelah kurung buka.

2010

Tahun 2010, dua blog mengulang kekeliruan Amar Lubai dan Uyung, meski terbilang cukup kreatif karena memparafrasekan kutipan sebelumnya.

Berikut ini parafrase dalam plovea.com.

“And you know what, yang meresmikan jembatan ini adalah Jenderal Ahmad Yani. Sore hari tanggal 30 September 1965, setelah upacara peresmian, jenderal besar tersebut meninggalkan Palembang dan pada subuh 1 Oktober 1965, beliau menjadi salah satu korban dalam Gerakan 30 September yang katanya diprakarsai oleh PKI.”

Ada narasi baru di situ, yakni keterangan waktu “sore hari”.

Sedangkan narasi baru dalam jembatanakotaku.blogspot.com:

“Ini merupakan kiprah terakhir Letjen Ahmad Yani di Sumsel karena besoknya beliau tewas dibunuh oleh Gerakan 30S-PKI.”

2011

Pada tahun 2011 terbit suntingan ke-3 atas artikel berjudul “Ampera Bridge” di Wikipedia bahasa Inggris. Pada suntingan ke-3 atas artikel yang dirintis pada 25 Desember 2010 itulah mulai muncul keterangan bahwa jembatan pampasan perang itu diresmikan oleh Ahmad Yani pada 30 September 1965.

Meski sama kelirunya, artikel Wikipedia itu agak mendingan karena memuat rujukan ke buku suntingan Imelda Akmal berjudul “Wiratman: Momentum & Innovation 1960-2010” yang terbit pada tahun 2010. Meski mendingan, yaa, tetap saja keliru. 

Kekeliruan dalam Wikipedia itu bertahan sampai sekarang.






Lucunya, hampir semua tulisan dalam rentang tahun 2012 hingga 2016 benar-benar menjiplak tulisan Amar Lubai tahun 2007. Itu nampak pada kekeliruan penulisan huruf “O” besar dan kerenggangan satu spasi setelah tanda kurung buka.


Sejak tahun 2017, surat kabar lokal Palembang mulai memberitakan tentang sejarah Jembatan Ampera dengan muatan keterangan jembatan ini diresmikan oleh Ahmad Yani pada 30 September 1965.

 
https://palembang.tribunnews.com/2017/10/17/berikut-bebeapa-fakta-sejarah-berdirinya-jembatan-ampera-sebagai-lambang-kota-palembang?page=all
https://palembang.tribunnews.com/2017/10/17/berikut-bebeapa-fakta-sejarah-berdirinya-jembatan-ampera-sebagai-lambang-kota-palembang?page=all

2018

Meski kekeliruan tetap berulang dalam tulisan-tulisan tentang Jembatan Ampera pada tahun 2018, terselip satu berita laporan wartawan Sriwijaya Post, Rahmaliyah, berjudul “Sambut Asian Games 2018, Jembatan Ampera Palembang akan Diperbaiki. Disiapkan Dana Rp 20 Miliar”.

 
https://palembang.tribunnews.com/2018/02/06/sambut-asian-games-2018-jembatan-ampera-palembang-akan-diperbaiki-disiapkan-dana-rp-20-miliar?page=all
https://palembang.tribunnews.com/2018/02/06/sambut-asian-games-2018-jembatan-ampera-palembang-akan-diperbaiki-disiapkan-dana-rp-20-miliar?page=all

Tulisan itu tidak menyebut nama Ahmad Yani dan tanggal 30 September 1965.

Salut pada wartawan dan editor berita itu yang secara kritis mencerna informasi (tanpa sumber terpercaya) yang beredar tentang peresmian Jembatan Ampera.


Judul-judul berita tentang sejarah Jembatan Ampera pada tahun 2019 barangkali bisa bikin pembaca meringis, karena banyak berawal dengan kata “fakta”. Salah satu dari lima, bahkan ada yang sepuluh, fakta dalam tulisan-tulisan itu adalah peresmian Jembatan Ampera oleh Ahmad Yani pada 30 September 1965.


Sejak tahun 2020, persebaran narasi palsu tentang peresmian Jembatan Ampera semakin liar.
https://gramho.com/media/2409204952586784570

https://www.facebook.com/infolubuklinggau/posts/3339535412792009


Muncul “fakta-fakta” baru:

- Ahmad Yani menekan sirine sebagai tanda peresmian penggunaan Jembatan Ampera.

- Ahmad Yani meninggalkan Palembang menggunakan pesawat terbang lewat Talang Betutu.

Ada juga yang menyebutkan bahwa Ahmad Yani berada di Palembang sekitar pukul 10.00.

Pembuat narasi itu juga memuat keterangan sumber berupa artikel jurnal dan akun instagram Arsip Nasional Republik Indonesia (@arsipnasionalri).

Artikel jurnal yang dimaksud ialah tulisan berjudul “Eksistensi Jembatan Ampera terhadap Perkembangan Sosial, Budaya, dan Ekonomi Masyarakat Ulu Palembang Tahun 1950-2010” karya Habib Sholeh dan Dina Sri Nindiati.

 
http://ojs.fkip.ummetro.ac.id/index.php/sejarah/article/view/1523

Dalam artikel itu, Sholeh dan Nindiati sama sekali tidak menyebut nama Ahmad Yani dan tanggal 30 September 1965. Mengenai peresmian penggunaan Jembatan Ampera, dua penulis artikel itu merujuk ke buku karya Dedi Irwanto Muhammad Santun yang berjudul “Venesia dari Timur: Memaknai Produksi dan Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial sampai Pascakolonial”.

 

Pada halaman 223 buku “Venesia dari Timur” tercantum keterangan bahwa peresmian Jembatan Bung Karno ialah pada 10 November 1965.

 
Buku "Venesia dari Timur" merupakan hasil penelitian tesis S2 Sejarah di UGM pada tahun 2009 oleh Dedi Irwanto yang kemudian diterbitkan Ombak Yogyakarta pada tahun 2011.

Bagi saya, bab 5 buku itu yang khusus mengupas tentang pembangunan Jembatan Ampera adalah tulisan paling lengkap dan bermutu tentang sejarah Jembatan Ampera.

Salah satu bagian dalam bab itu yang paling saya sukai ialah penggalan cerpen berjudul "Memotong Musi" yang digunting dari koran Obor Rakyat edisi Minggu, 15 September 1960. Mengisahkan perihal pertentangan kepentingan di antara masyarakat dari kelas yang berbeda terkait rencana pembangunan Jembatan Musi.

Sekali lagi, pada halaman 223 buku itu, Dedi Irwanto mencatat bahwa peresmian penggunaan Jembatan Ampera berlangsung pada 10 November 1965.

Keterangan itu merujuk pada berita dalam surat kabar Nasional yang terbit pada hari Selasa, 16 November 1965. Disebutkan bahwa yang meresmikan selesainya Proyek Musi kemudian dibuka untuk publik ialah Abujazid Bustomi selaku Gubernur Sumatera Selatan.

Lantas di mana posisi Ahmad Yani pada tanggal 30 September 1965?

Ada beberapa sumber sekunder yang dapat menjadi petunjuk keberadaan Ahmad Yani di Jakarta pada tanggal 30 September 1965. Silakan cermati beberapa tulisan di bawah ini.



Sedangkan sumber primer yang paling dapat diandalkan untuk itu adalah buku biografi Ahmad Yani.

 
Yani, Amelia. 1988. "Profil Seorang Prajurit TNI". Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm. 190.

Biografi Ahmad Yani yang ditulis oleh putrinya, Amelia Yani, tidak menyebutkan tentang keberangkatan Ahmad Yani ke Palembang pada hari Kamis tanggal 30 September 1965 untuk meresmikan Jembatan Ampera.

Sungguh aneh bila peristiwa sepenting itu tak disebutkan dalam biografi Ahmad Yani yang ditulis oleh putrinya sendiri, seandainya memang benar bahwa Ahmad Yani meresmikan Jembatan Ampera pada 30 September 1965.

Akan tetapi, kalau tetap saja bebal meragukan kesaksian itu dengan bertanya, “Kok bisa-bisanya nggak dimuat?!”

Gampang jawabannya, “Karena peristiwa itu memang nggak pernah terjadi, Geblek!”