| No comment yet

Surat Kabar “Pertama” Palembang - Catatan 2

Surat kabar pemerintah negeri Belanda, Nederlandsche Staats-Courant, edisi 10 September 1898 memuat salinan akta pendirian N.V. Industrieele Maatschappij Palembang (IMP).



(Surat kabar "Nederlandsche Staats-Courant", edisi 10 September 1898. Sumber: https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?coll=ddd&identifier=MMKB08:000170010:mpeg21)



(Salinan akta pendirian IMP dalam "Nederlandsche Staats-Courant", edisi 10 September 1898, hlm. 12. Sumber: www.delpher.nl/nl/kranten/view?coll=ddd&identifier=MMKB08:000170010:mpeg21:a0025.)


Salinan itu memuat nama Willem Cremer sebagai direktur surat kabar Deli Courant.


Dibanding saudara tuanya yang kaya raya, yakni Jacob Theodoor Cremer, saya tidak menemukan banyak dokumen perihal profil direktur koran Deli ini.


Willem Cremer dapat menduduki posisi direktur Deli Courant atas dukungan Jacob Theodoor Cremer yang adalah tuan kebun tembakau N.V. Deli Maatschappij --sekaligus politikus berhaluan liberal yang kemudian menjadi menteri jajahan (Rewijk, 2015: 107-108).


Jadi, sembari memimpin Deli Courant yang terbit di Medan, Willem Cremer membangun kongsi bisnis di Palembang dengan mendirikan IMP.


IMP berkembang jadi satu badan usaha yang punya banyak lini. Mulai dari galangan kapal, bengkel bubut, bisnis asuransi; penyaluran barang-barang impor, penjualan mobil, pabrik es dan limun, hingga percetakan serta toko buku (Westra, 1952: 24-27). 



(Iklan IMP dan Deli Courant dalam buku "Batavia de Koningin van het Oosten = Batavia the Queen of the East", hlm. 99. Sumber: www.delpher.nl/nl/boeken/view?coll=boeken&identifier=MMKB02A:000033275:00099)



(Iklan produk impor berupa mesin tik merek Royal yang juga dapat diperoleh lewat IMP. Digunting dari surat kabar "Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië", edisi 11 Juli 1927, hlm. 14. Sumber: www.delpher.nl/nl/kranten/view?coll=ddd&identifier=ddd:010220929:mpeg21:a0098)



(Iklan IMP dalam "Nieuwsblad voor den Boekhandel", surat kabar khusus bidang industri buku, edisi 31 Juli 1900, hlm. 4. Dalam iklan ini Willem Cremer sebagai direktur mengumumkan bahwa IMP telah membuka toko buku di Palembang yang dikelola secara terpisah dengan percetakan dan toko buku N.V. Deli Courant di Medan. Sumber: www.delpher.nl/nl/tijdschriften/view?identifier=dts:2850062:mpeg21:0004)



(Buku pedoman pengadilan adat untuk marga-marga di Keresidenan Palembang, terbitan IMP tahun 1913. Koleksi Perpustakaan Al-Wasthiyyah Palembang.)



(Buku "Oendang-Oendang Simboer Tjahaja Palembang" terbitan IMP tahun 1922. Koleksi Perpustakaan Al-Wasthiyyah Palembang.)



(Iklan IMP dalam "Nieuwsblad voor den Boekhandel" (13 November 1931, hlm. 9), mengenai produk berupa atlas serta peta kawasan Palembang dan Sumatera Selatan. Sumber: www.delpher.nl/nl/tijdschriften/view?identifier=dts:2763088:mpeg21:0009)



(Peta Palembang sekitar tahun 1925 yang dicetak oleh IMP. Sumber: http://hdl.handle.net/1887.1/item:816225.)



(Peta Sumatera Selatan pada tahun 1931 yang dicetak oleh IMP. Sumber: http://hdl.handle.net/1887.1/item:2011275.)



(Kartu pos berjudul "Palembangers" yang dicetak oleh IMP. Sumber: http://hdl.handle.net/1887.1/item:855939)



(Botol limun produk IMP yang dikoleksi Museum SMB II Palembang.)



(Deskripsi pada panel keterangan koleksi. Disebutkan bahwa dua botol beling tipe "codd-neck bottle" ini adalah bekas botol minuman keras. Dahulu, masyarakat juga menggunakan istilah "aer blanda" untuk menyebut limun.


Meski sudah dapat dipastikan berdiri pada tahun 1898, belum tentu IMP langsung menerbitkan surat kabar pada tahun yang sama.


Pengatalog Perpustakaan Nasional Belanda membubuhkan tanda tanya setelah angka 1899 pada keterangan tahun terbit surat kabar pertama di Palembang ini.


(Daftar surat kabar terbitan IMP. Sumber: http://opc4.kb.nl)



(Angka tahun 1899 dengan tanda tanya. Deskripsi koleksi surat kabar "Advertentieblad voor de Residentien Palembang en Banka" dalam katalog Perpustakaan Nasional Belanda. Sumber: http://opc4.kb.nl/DB=1/SET=1/TTL=2/LNG=EN/SHW?FRST=2)


Begini kira-kira terjemahannya.




Pada ruas ketersediaan koleksi, nampak bahwa edisi paling lama yang Perpustakaan Nasional Belanda punya adalah “Volume 3, Nomor 1” yang terbit pada hari Jum’at, 4 Januari 1901.


Itu berarti, edisi 4 Januari 1901 adalah terbitan pertama ketika surat kabar ini memasuki tahun ke-3.


Karena tak punya edisi perdana, maka berdasarkan edisi 4 Januari 1901 itulah Perpustakaan Nasional Belanda menduga tahun kelahiran surat kabar ini.


Jika 1901 adalah tahun ketiga, maka 1899 adalah tahun pertama. Namun tak diketahui kapan tepatnya tanggal dan bulan kelahiran edisi perdana. Itulah kenapa ada tanda tanya setelah angka 1899.


Berdasarkan perhitungan itu, maka keterangan dalam berbagai literatur yang menyebutkan bahwa surat kabar pertama di Palembang terbit pada tahun 1898 perlu ditinjau ulang. 


(Silakan lihat kutipan dari beberapa sumber dalam Catatan 1)


Saya baru ketemu satu buku, meski cuma daftar isi,  yang memuat keterangan bahwa Advertentieblad voor de Residentien Palembang en Banka terbit sejak 1899 hingga 1907. 


(Digunting dari dokumen daftar isi buku "Realisten en Reactionairen: Een Geschiedenis van de Indisch-Nederlandse Pers, 1905-1942" karya Gerard Termorshuizen (2011). Sumber: http://digitale-objekte.hbz-nrw.de/storage/2011/07/29/file_3/4232988.pdf)


Selanjutnya, Advertentieblad voor de Residentien Palembang en Banka berganti nama menjadi Advertentieblad voor de Residentien Palembang, Djambi en Banka sejak 3 Mei 1907.


Itu menandai perubahan status Jambi yang sebelumnya adalah bagian dari Keresidenan Palembang, menjadi mandiri sebagai Keresidenan Jambi pada tahun 1906.



(Surat kabar ini terbit seminggu sekali. Sumber: www.bibliotheek.nl/catalogus/titel.149851499.html/advertentieblad-voor-de-residenti%C3%ABn-palembang--djambi-en-banka/)



Awal tahun 1908, surat kabar ini berganti nama lagi menjadi Nieuws en Advertentieblad voor de Residentien Palembang, Djambi en Bangka.



(Surat kabar ini terbit seminggu sekali. Sumber: www.bibliotheek.nl/catalogus/titel.149851359.html/nieuws--en-advertentieblad-voor-de-residenti%C3%ABn-palembang--djambi/)


Setahun kemudian, tepat pada tanggal 1 Januari 1909, surat kabar ini terbit dengan nama baru lagi, yakni Nieuwsblad voor de Residentien Palembang, Djambi en Banka. Tanpa embel-embel “advertentie” alias iklan. Meski, saya menduga surat kabar ini tetap memuat iklan di dalamnya. 



(Surat kabar ini awalnya terbit seminggu sekali. Sejak 2 April 1919, mulai terbit seminggu dua kali. Lalu terbit seminggu tiga kali sejak 2 Januari 1932. Terakhir menjadi seminggu empat kali sejak 10 Oktober 1938. Sumber: www.bibliotheek.nl/catalogus/titel.045114560.html/nieuwsblad-voor-de-residenti%C3%ABn-palembang--djambi-en-banka/)


Surat kabar ini terbit hingga tahun 1939.


Edisi terakhir yang Perpustakaan Nasional Belanda koleksi bertanggal 13 Mei 1939.



(Nieuwsblad voor de Residentien Palembang, Djambi en Banka. Sumber: www.krantvanuwgeboortedag.nl)


Syukurlah, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia punya koleksi surat kabar ini dalam format mikrofilm. 


(Sumber: https://opac.perpusnas.go.id)


Meski koleksinya ada yang ompong, setidaknya saya tak jadi gigit jari jika cuma berharap membaca surat kabar ini di negeri kincir angin sana.


Pada tanggal 15 Mei 1939, surat kabar ini terbit dengan nama Palembangsch Nieuwsblad voor Zuid-Sumatra en Banka.


Perubahan kali ini tak sebatas nama, tapi juga lembaga penerbitnya, menjadi Ebeling.


(Surat kabar ini awalnya terbit seminggu empat kali, kemudian menjadi surat kabar harian. www.bibliotheek.nl/catalogus/titel.045147477.html/palembangsch-nieuwsblad-voor-zuid-sumatra-en-banka/)


Ebeling adalah percetakan/penerbit sekaligus toko buku milik K.A. Ebeling.


Meneer Ebeling ini sebelumnya sudah bekerja di IMP selama 18 tahun. Usaha penerbitan IMP berganti kepemilikan ke Ebeling sejak tahun 1934 (Westra, 1952: 25).


(Berfoto bersama di depan toko buku K.A. Ebeling sekaligus kantor surat kabar "Palembangsch Nieuwsblad". Sumber: https://commons.wikimedia.org)



(Percetakan sekaligus toko buku K.A. Ebeling di kawasan Tengkuruk 16 Ilir yang sedang buka pada malam hari. Sumber: http://hdl.handle.net/1887.1/item:808704)


Edisi terakhir Palembangsch Nieuwsblad bertanggal 13 Februari 1942, bertepatan dengan raung pesawat-pesawat pembom Jepang di langit Palembang.  


Meski sempat hancur lebur akibat perang, perusahaan K.A. Ebeling dapat bangkit kembali.


Iklan dalam buku peringatan lima puluh tahun Kota Palembang yang terbit pada tahun 1956 menunjukkan bahwa K.A. Ebeling masih memutar roda mesin cetak. 


(Digunting dari "Buku Peringatan Lima Puluh Tahun Kota Pradja Palembang". Palembang: RHAMA Publishing House, 1956. hlm. 54.)


Demikianlah.

| No comment yet

Surat Kabar “Pertama” Palembang - Catatan 1


Pada suatu hari, di Dermaga tepi Sungai Musi, saya menghampiri beberapa jurnalis yang sedang meliput sebuah acara diskusi.


Iseng-iseng saya bertanya, "Apakah pernah ada acara diskusi tentang sejarah pers Palembang?"


Ada yang jawab, "Kayaknya pernah."


Ada yang cuma geleng kepala.


Selebihnya, "no comment".


Lalu saya tanya lagi, "Tau Pertja Selatan gak?"


Tak ada jawaban "Ya!"


Secara penesan, salah satu dari mereka bilang, "Kalu Perca yang lain, aku tau."


***

Akhir Desember 2019, Dudy Oskandar (DO) alias M Doedy Aja memublikasikan serial tulisan bertajuk "Pers Sumatera Selatan, Pers Perjuangan 1925- 1950".


Pers Sumatera Selatan, Pers Perjuangan 1925- 1950 (Bagian Pertama)


Bagian Kedua


Bagian Ketiga


Bagian Empat


Bagian Lima


Bagian Enam - Warta Palembang, Surat Kabar Pertama di Palembang 


Tamat


Serial tulisan itu ditanggapi oleh Maspril Aries (MA) pada 10 Januari 2020.


Mencari Jejak Sejarah Pers di Sumatera Selatan


Persoalan berawal dari tulisan bagian enam yang beranak judul “Warta Palembang, Surat Kabar Pertama di Palembang”.


Bagian itu adalah anomali, karena menyempal dalam koridor penulisan dengan kriteria “Pers Pejuangan” dalam rentang “1925-1950”.


Namun justru itulah yang memancing diskusi lebih lanjut perihal sejarah pers Palembang.


DO mengutip Adam (1995: 151-152) yang mencatat bahwa Warta Palembang, terbit tahun 1912, adalah surat kabar pertama di Palembang. 


Sedangkan MA mengutip Surjomihardjo (2002: 29) yang menyebutkan bahwa pada tahun 1898 sudah muncul surat kabar Nieuws en Advertentie blad voor de Residentie Palembang, Djambi en Banka (selanjutnya ditulis Nieuws en Advertentie).


Mari periksa sumber-sumber rujukan itu. 


Ahmat B. Adam (1995: 151) menulis bahwa Warta Palembang adalah surat kabar pertama di Palembang yang terbit pada tahun 1912. Padahal, beberapa sumber lain memuat keterangan bahwa tahun 1898 adalah titik awal surat kabar pertama terbit di Palembang.


Dengan cara serupa, Adam (1995: 128) juga menyebutkan bahwa surat kabar Minangkabau yang pertama adalah Alam Minangkerbau yang terbit pada tahun 1904. Tetapi bila diperiksa lagi, jauh hari sebelum itu, di Ranah Minang sudah terbit Sumatra Courant pada tahun 1859 (Darwis, 2013: 58).


Itu berarti Adam punya alasan tersendiri dalam menetapkan status “surat kabar pertama”. Alasan itu tercermin pada istilah “Vernacular Press” yang menjadi fokus kajian dalam bukunya.



https://books.google.co.id/books?id=BwzCiu6DVWgC&lpg=PP1&hl=id&pg=PP1#v=onepage&q&f=false


Secara harfiah, istilah “vernacular” atau “vernakular” berarti “bahasa daerah”.

Jika dikaitkan dengan istilah penerbitan, maka “vernacular press” yang dimaksud adalah surat kabar yang terbit di berbagai daerah di Hindia Belanda serta yang dikelola oleh golongan bumiputra. 

Batasan itulah yang menjadi rujukan dalam menetapkan predikat “surat kabar pertama” pada suatu daerah.

Adam berpendapat bahwa berbagai surat kabar lokal yang mengusung gagasan modernitas demi kemaslahatan bersama itu adalah penabur benih kesadaran kebangsaan Indonesia.

Itulah kenapa Adam menulis bahwa Warta Palembang merupakan surat kabar daerah pertama di Palembang.



(Buku hasil penelitian Ahmat B. Adam ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan”. Diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun 2003. Saya terpaksa merujuk ke edisi bahasa Inggris karena tak punya edisi terjemahannya.)


Sebagai pembanding, guntingan artikel ini menjelaskan perihal Warta Palembang yang diterbitkan oleh Tjahaja Boediman - sebuah perhimpunan kalangan bumiputra di Palembang. 


(Digunting dari artikel berjudul "De Palembangsche Sarikat Islam" dalam surat kabar De Sumatra Post, 11-05-1914.  Sumber: https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?coll=ddd&identifier=KBDDD02:000197948:mpeg21:a0019)


Dengan demikian DO tidak keliru ketika mengutip Adam. Dengan catatan, Warta Palembang sebagai surat kabar bumiputra yang pertama di Palembang.

MA juga benar bahwa Nieuws en Advertentie terbit lebih awal ketimbang Warta Palembang. Sehingga lebih layak menyandang predikat surat kabar pertama di Palembang. Dengan catatan tambahan sebagai surat kabar yang diterbitkan oleh pengusaha berkebangsaan Belanda.


(Kutipan 1)
(Kutipan 1: Geographical Section of the Naval Intelligence Division. 1920. “A Manual of Netherlands India – Dutch East Indies”. Oxford: Stationery Office. hlm. 142-143. www.archive.org/details/cu31924062748995)




(Kutipan 1)
(Kutipan 2: Surjomihardjo, Abdurrachman dan Leo Suryadinata. 1980. "Pers di Indonesia: Ikhtisar Perkembangan sampai 1945". Dalam Abdurrachman Surjomihardjo dkk, 1980. "Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia". Jakarta: Departemen Penerangan RI dan LEKNAS - LIPI. hlm. 24.)


Kutipan 3)
(Kutipan 3: Surjomihardjo, Abdurrachman dkk. 2002. "Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia". Jakarta: Kompas. hlm. 29.)


(Kutipan 4)
(Kutipan 4: Manan, Abdul dkk. 2014. "Semangat Sirnagalih: 20 Tahun Aliansi Jurnalis Independen". Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen. hlm. 25. Dapat diunduh lewat https://aji.or.id/read/buku/44/semangat-sirnagalih-sejarah-aliansi-jurnalis-independen.html)


Dengan demikian, perbedaan pendapat antara DO dan MA hanyalah persoalan beda rujukan dalam menetapkan kriteria surat kabar pertama di Palembang. Dua versi tersebut dapat bersanding tanpa perlu saling meniadakan.

Lantas, apakah persoalan selesai dan “kita” dapat dengan lega menulis tentang sejarah pers di Palembang berdasarkan patok-patok pembatas awal itu?

Ternyata belum.

Penelusuran lebih lanjut melalui Bibliotheek.nl menunjukkan bahwa Nieuws en Advertentie blad voor de Residentie Palembang, Djambi en Banka sebetulnya adalah nama ketiga setelah dua kali berganti nama. Meski tetap di bawah satu payung penerbit: N.V. Industrieele Maatschappij Palembang.

Nama pertama surat kabar perdana di Palembang ini adalah Advertentieblad voor de Residentien Palembang en Banka. 



(Gambar ini memuat angka “18XX” pada ruas tahun terbit. Sumber: https://www.bibliotheek.nl/catalogus/titel.149851715.html/advertentieblad-voor-de-residenti%C3%ABn-palembang-en-banka)

Persoalan pun bertambah rumit, karena situs Perpustakaan Nasional Belanda itu mencantumkan angka tahun yang tak pasti. 

Oleh karena itu masih perlu penelusuran lebih lanjut perihal penerbitan surat kabar pertama di Palembang dengan cara memeriksa dokumen-dokumen tentang N.V. Industrieele Maatschappij Palembang sebagai perusahaan yang menerbitkan surat kabar tersebut.

Hal itu akan dipaparkan dalam catatan kedua.
| No comment yet

Khazanah Naskah Syair Bidasari -2- Ragam Koleksi & Lokasi (Indonesia-Inggris)

 Penulis buku paling baru tentang Syair Bidasari ialah Julian Patrick Millie. Bukunya yang berjudul “Bidasari: Jewel of Muslim Malay culture” terbit pada tahun 2004 yang lalu.

Dalam tinjauan atas buku itu, Braginsky (2007: 301) mereken tak kurang dari selusin manuskrip Syair Bidasari (SB) yang masih tersedia.

Ada berapakah sebenarnya jumlah manuskrip SB?

Mari telusuri.

Manuskrip Syair Bidasari di Indonesia


Bagian Layanan Koleksi Naskah Nusantara di lantai 9 Gedung Perpustakaan Nasional, Jl. Merdeka Selatan Jakarta Pusat.

Di bagian Naskah Kuno Perpusnas inilah tersimpan manuskrip SB berkode W 256.


Sumber gambar: https://khastara.perpusnas.go.id/landing/detail/643930


Deskripsi fisik dan catatan tentang koleksi manuskrip SB di Perpusnas. Sumber: https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=643930



Koleksi Perpusnas (dulu koleksi Museum Pusat) ini menjadi teks sumber transliterasi oleh Tuti Banuwati Munawar yang terbit tahun 1978.








Edisi Tuti Munawar ini 22 tahun kemudian Aloysia Indrastuti gubah jadi buku bacaan siswa SD berjudul “Putri Bidasari”.


Indrastuti, Aloysia. 2000. "Putri Bidasari". Jakarta: Depdikbud.


Tuti Munawar punya empat alasan menggarap manuskrip SB.

Berikut ini salah duanya.

Sumber: Munawar, Tuti. 1978. "Syair Bidasari". Jakarta: Depdikbud. hlm. 9.


Alasan pertama menunjukkan bahwa sejak dari Museum Pusat sampai Perpustakaan Nasional hanya ada satu manuskrip SB milik bersama rakyat Indonesia. Kecuali bila nanti ditemukan ‘naskah baru’.

Alasan kedua menunjukkan bahwa kita mengalami ketertinggalan dua langkah. Lebih dari seabad sebelumnya para peneliti asing telah mengalihbahasakan teks SB, tentu saja sekaligus alih aksara.

Kode "vdW" adalah inisial nama "Von de Wall".

Berarti manuskrip ini berasal dari koleksi milik Hermann von de Wall yang beralih jadi koleksi Perpustakaan Bataviaaasch Genootschap beberapa bulan setelah ia meninggal dunia pada tahun 1873 (Behrend, 1998: xxii).

Ya!  Von de Wall itu. Ahli bahasa yang pernah menulis artikel tentang percetakan Al-Qur’an (pertama) di Palembang.





Kembali ke Tuti, mari mengorek sedikit profil penggarap naskah kita ini.

Dra. Tuti Munawar adalah kurator naskah yang produktif membukukan manuskrip-manuskrip koleksi Museum Pusat. Belasan judul buku dinisbahkan pada namanya. Ia termasuk peneliti naskah Nusantara yang karya-karya suntingannya terbit di bawah bendera “Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah”.

Sedangkan tahun 1978 merupakan sebatang patok dalam perjalanan pernaskahan Nusantara. Tahun itu menandai mulainya penerbitan puluhan buku hasil kerja filolog Indonesia.

Grafik batang di bawah ini menunjukkan tahun-tahun penerbitan buku-buku di bawah proyek itu. Namun ilustrasi dari situs jaringan katalog sedunia (WorldCat) ini hanya menunjukkan jumlah buku yang dikoleksi oleh perpustakaan-perpustakaan di berbagai negara. 




Perlu penelusuran lebih lanjut untuk mengetahui jumlah judul dan eksemplar buku-buku itu dicetak serta didistribusikan ke mana saja untuk memperkirakan luas persebarannya.

Tapi jauh lebih penting mengetahui apakah buku-buku itu dibaca. Salah satu petunjuknya ialah tulisan-tulisan yang menjadikan buku-buku itu sebagai bahan kajian atau sekadar rujukan.

Hasil penelusuran lewat jaringan katalog perpustakaan se-Indonesia (Onesearch.id) menunjukkan baru ada dua judul karya ilmiah yang mengkaji syair ini.





Mariati, Sri. 1986. “Laporan Penelitian Gaya Perbandingan dalam Syair Bidasari”. Jember: Fakultas Sastra Universitas Jember.

Harahap, Yasir Alaina. 2015. “Kajian Nilai Religius dalam Syair Bidasari”. Pekanbaru: Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning, tidak dipublikasikan.

Syukurlah Universitas Lancang Kuning (Unilak) punya beberapa judul penelitian tentang SB. Selain mahasiswa, seorang staf pengajar Fakultas Ilmu Budaya Unilak menulis artikel tentang SB di Jurnal Ilmu Budaya Unilak. 

Fauzi, Mohd. 2015. “Fungsi Bahasa dalam Syair Bidasari: Kajian Sosiopragmatik”. Jurnal Ilmu Budaya Unilak, Vol. 12 No. 1. hlm. 11-20.

Tak ditemukan rujukan berupa hasil-hasil penelitian lain mengenai SB dalam daftar pustaka artikel Fauzi tersebut. Nampaknya ada lubang besar dalam kapling kajian naskah SB di Indonesia. 

Tahun 2016, ada seorang lagi mahasiswa FIB Unilak menulis skripsi tentang filem Bidasari.

Syafriyanti. 2016. “Kajian Psikoanalisis dalam Film Bidasari Arahan Jamil Sulong”. Pekanbaru: Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning, tidak dipublikasikan.  

Jika hasil penelusuran di atas benar, berarti belum ada tesis dan disertasi di Indonesia yang mengkaji Syair Bidasari.  

***

Kembali ke tahun 1978.

Saat itu Tuti Munawar masih sebagai Asisten Kurator di Bagian Pernaskahan Museum Pusat.




Tuti Munawar rekan sejawat Jumsari Jusuf, atau Yumsari Yusuf, filolog Indonesia yang juga prolifik. Jumsari Jusuf mengalih aksara naskah Syair Nuri karya Sultan Mahmud Badaruddin II menjadi buku yang juga terbit tahun 1978.






Dua perempuan filolog tersebut terbilang obskur. Tak mudah memperoleh tulisan berisi informasi profilnya.

Berbeda dengan senior mereka, Drs. Atja, yang mengolah manuskrip Syair Perang Muntinghe/Menteng menjadi buku Syair Perang Palembang (1967 & 1994).






Lewat Atja terbaca nama Sutaarga yang ia sebut secara takzim dalam kata pembuka bukunya.




Bersama rekan-rekan sejawatnya Sutaarga menyusun buku katalog koleksi naskah pertama dalam bahasa Indonesia, yakni “Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Dep. P. dan K” pada tahun 1972.










Katalog ini memuat deskripsi koleksi manuskrip SB sebagai berikut:





Deskripsi koleksi naskah SB dalam katalog Sutaarga ini merupakan terjemahan atas sebagian cantuman dalam katalog Van Ronkel (1909: 315). 





Meski jadul, katalog Sutaarga itu justru ‘lebih lengkap’, atau tepatnya lebih bermanfaat untuk penulisan catatan ini, dibandingkan dengan cantuman dalam katalog suntingan Behrend (1998: 333) yang terbit seperempat abad setelahnya.


Entri koleksi "W 256" dalam katalog Behrend (1998: 333)


***

Empat katalog sudah menunjukkan bahwa Indonesia memiliki koleksi manuskrip SB cuma semata wayang.

“Apakah manuskrip SB juga tersebar sebagaimana terjemahannya dalam berbagai bahasa?

Mari periksa!

Manuskrip Syair Bidasari di Inggris

Tujuan pertama ialah Royal Asiatic Society.


Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland (RAS) adalah lembaga yang dirujuk pada bagian akhir deskripsi koleksi SB dalam katalog Sutaarga dengan keterangan “naskah lain”.






Ada dua manuskrip SB di Perpustakaan RAS.

Manuskrip pertama, “Raffles Malay 7”, sudah dapat diakses dokumen digitalnya lewat Perpustakaan Digital RAS. Koleksi satu ini memuat empat judul teks: Shair Bidasari, Shair Ken Tambuhan, Shair Silindung Delima, & Shair Ikan Tambera.










Sedangkan manuskrip kedua, “Raffles Malay 36”, belum tersedia dokumen digitalnya. Barangkali lantaran kondisi naskah yang sudah tak utuh.






Rupanya tak cuma dua.

Inggris masih punya beberapa buah lagi manuskrip SB di dua perpustakaan perguruan tinggi.

Mari jelajahi.

Dari gedung RAS, cukup berjalan kaki selama 15 menit untuk tiba di Perpustakaan SOAS Universitas London.






Perpustakaan School of Oriental and African Studies ini mengoleksi satu naskah berisi teks SB beraksara Latin. Naskah ini merupakan salinan dari teks terjemahan Van Hoevell (1843) dan Klinkert (1886).

Sumber gambar: Ricklefs, Voorhoeve, & Gallop (2014: 171).


Sedangkan lokasi dua naskah lainnya berjarak sekitar 100 km (1,5 jam naik kereta) dari SOAS, yakni di Perpustakaan Universitas Cambridge.

Universitas Cambridge belum memasukkan data dua koleksi manuskrip SB ke katalog daring perpustakaannya, sebagaimana juga SOAS di atas. Oleh karena itu perlu merujuk ke katalog cetak (paling) anyar dan (paling) lengkap memuat daftar koleksi naskah Nusantara di Inggris Raya yang disusun oleh Ricklefs, Voorhoeve, & Gallop (2014).





Berikut ini dua entri naskah SB di Cambridge dalam katalog tersebut.






***

Sejauh ini sudah diketahui bahwa Inggris punya lima buah koleksi manuskrip SB.

Jika ini adalah pertandingan sepak bola, Indonesia sudah kalah empat angka.

Ya, sudahlah. Saatnya melanjutkan penelusuran.

Dari Inggris Raya, mari menyeberang ke daratan Eropa.

.....