Pak BEYE dan Buku

SBY boleh bangga karena dia adalah Presiden Indonesia yang akrab dengan berita-berita seputar buku.

Pelarangan dan Pembakaran Buku Pelajaran Sejarah
Awal hubungan akrab tersebut bermula pada tahun 2007, yakni pelarangan dan pembakaran buku-buku pelajaran sejarah SMP dan SMA karena tidak memuat bab peristiwa Madiun 1948 dan tidak menyertakan akronim PKI setelah G30S.

Di bawah judul esai Inilah Pembakaran Buku Terbesar di Masa Pemerintahan SBY, Muhidin M. Dahlan mencatat angka tak kurang dari 16.660 eksemplar buku dibakar oleh aparat pemerintahan di bawah kendali kepemimpinan SBY. Terkait pelarangan buku-buku pelajaran sejarah itu, Sejarawan Asvi Warman Adam menilai pelarangan buku di era kepemimpinan SBY adalah kebijakan pelarangan yang paling tidak cerdas. Pasalnya, 17 dari 22 judul buku yang dilarang dan dibakar tersebut memang tidak mencakup periode sejarah pasca 1945, sehingga pasti tidak membahas peristiwa Madiun 1948, apalagi geger politik 1965.

Pelarangan Buku 2009
Belum genap 100 hari SBY menduduki tampuk RI 1 untuk kedua kalinya, Desember 2009 Kejaksaan Agung RI melarang lima judul buku. Salah seorang penulis buku yang karyanya turut dilarang mengibaratkan tindakan Kejaksaan Agung tersebut seolah menggali kuburan untuk clearing house. Clearing house merupakan sebuah tim di bawah koordinasi Intelijen Kejaksaan yang bertugas memeriksa buku-buku yang dianggap dapat mengganggu ketertiban umum kemudian memberi rekomendasi kepada Kejaksaan Agung apakah buku-buku yang diperiksa perlu dilarang atau tidak.

Pelarangan buku 2009 menyulut gerakan menentang pelarangan buku yang paling massif di era pasca-1998. Sepanjang tahun 2010 berbagai kelompok masyarakat sipil melakukan beragam aktivitas di bawah satu panji: tolak pelarangan buku dan cabut regulasi yang menjadi landasan hukumnya. Tim Riset dari Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) mencatat bahwa berbagai kelompok masyarakat yang melancarkan gerakan menolak pelarangan buku pada 2010 menggunakan dua jurus sekaligus, yakni non-litigasi berupa aksi kampanye menolak pelarangan buku melalui berbagai bentuk aktivitas seperti diskusi, pameran buku-buku terlarang, dll; serta jurus litigasi dengan memperkarakan UU No. 4 PNPS 1963 yang menjadi rujukan bagi Kejaksaan Agung dalam melarang buku. Dan mereka berhasil. Pada 13 Oktober 2010 Mahkamah Konstitusi mengetuk palu “hukuman mati” untuk UU No. 4 PNPS 1963.

Gurita Cikeas
Saat masyarakat belum pulih dari rasa kaget karena pelarangan lima buku, di ujung tahun 2009 terbit buku yang mengaitkan SBY, lewat metafora Gurita Cikeas, dengan kontroversi kasus Bank Century. Buku karya George Junus Aditjondro ini seolah mendapat angin segar –meminjam istilah John Roosa– “hempasan dari masa lalu” pelarangan buku di ujung 2009, ketika masyarakat pecinta buku masih dengan tajam mengarahkan pandangan pada kasus pelarangan buku.

Kendati tidak dilarang, Membongkar Gurita Cikeas (MGC) sempat hilang dari pasar buku. Kelangkaan itulah yang memicu munculnya MGC versi bajakan yang banyak dijajakan di jalan raya dengan harga hampir lima kali lipat dari harga resmi. Peristiwa ini merupakan kasus perbukuan yang sangat fenomenal, mengingat buku-buku bajakan pada umumnya jauh lebih murah dari harga resmi, dan rumus perhitungan harga buku resmi dari penerbit umumnya adalah lima kali lipat ongkos produksi.

MGC juga dibalas buku. Dalam waktu singkat, terbit dua buku yang turut menikmati buah kontroversi MGC, yakni Cikeas Menjawab dan Hanya Fitnah dan Cari Sensasi. George Revisi Buku. Website SKH Suara Merdeka pada 1 Desember 2010 memuat berita perihal George Junus Aditjondro yang sedang mempersiapkan Gurita Cikeas Jilid II sebagai jawaban atas berbagai kritik pada MGC.

Souvenir Buku Keluarga SBY
Narsis”, “tidak sportif”, “tidak pas”, “cari muka”, adalah beberapa komentar kritis atas kejadian pembagian souvenir berupa buku untuk para peserta upacara peringatan 17 Agustus di Istana Negara tahun 2010 yang lalu. Usai upacara kenegaran tersebut para peserta upacara dioleh-olehi buku-buku tentang SBY, istri, dan putra sulungnya. Buku-buku itu adalah: Sekarang Kita makin Percaya Diri yang berisi wawancara eksklusif sebuah surat kabar nasional dengan Agus Harimurti Yudhoyono; Batikku, Pengabdian Cinta Tak Berkata karya Any Yudhoyono; dan Words that Shook the World karya Richard Greene yang berisi kutipan pidato SBY dan Barack Obama.

Buku SBY untuk Siswa SMP
Seakan jadi bagian dari serial kontroversi perihal pertanyaan judul lagu ciptaan SBY yang nyelip dalam ujian tes CPNS 2010 yang lalu, pada Januari 2011 mengemuka berita mengenai 10 Seri Lebih Dekat dengan SBY yang nyelip dalam tumpukan bantuan buku dari Pemerintah Pusat untuk beberapa sekolah di Tegal, Jawa Tengah.

Sepuluh buku yang nyelip dalam kardus buku-buku bantuan tersebut adalah:

  1. Jalan Panjang Menuju Istana.
  2. Menata Kehidupan Bangsa.
  3. Indahnya Negeri Tanpa Kekerasan.
  4. Adil Tanpa Pandang Bulu.
  5. Peduli Kemiskinan.
  6. Memberdayakan Ekonomi Rakyat Kecil.
  7. Diplomasi Damai.
  8. Berbakti untuk Bumi.
  9. Jendela Hati.
  10. Merangkai Kata Menguntai Nada.

SBY boleh bangga karena dia adalah Presiden Indonesia yang akrab dengan berita-berita seputar buku. Namun SBY perlu tahu bahwa hubungan akrab itu sebetulnya kerap diliputi kontroversi.

sumber foto: http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/09/21/0957338620X310.JPG Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Reply to this post

Post a Comment