Jejak-jejak Pustakawan Perintis


Baru-baru ini ISIPII menerbitkan dua tulisan mengenai profil para perintis kepustakawanan Indonesia.


Tulisan pertama (24/12/2018) berjudul "Srikandi-Srikandi Dunia Perpustakaan Indonesia" oleh Elly Julia Basri, Harkrisyati Kamil, dan Utami Hariyadi.


Sumber gambar: https://isipii.org/artikel/srikandi-srikandi-dunia-perpustakaan-indonesia


Tulisan kedua berjudul "Mastini Hardjoprakoso, MLS: Sekilas Perjalanan Hidup dan Kontribusi dalam Bidang Perpustakaan di Indonesia" oleh Harkrisyati Kamil.


Sumber gambar: https://www.isipii.org/artikel/mastini-hardjoprakoso-sekilas-perjalanan-hidup-dan-kontribusi-dalam-bidang-perpustakaan-di

Dua tulisan itu memperingatkan pembaca untuk memeriksa kembali sejarah perpustakaan/kepustakawanan Indonesia. 


Istilah "Kepustakawanan Indonesia" tentu saja berarti dalam konteks Indonesia, yakni sejak negara-bangsa ini lahir setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Sebelum itu, yang ada adalah Kepustakawanan Hindia Belanda. 


Setahu saya, ada jurang pengetahuan yang cukup dalam mengenai masa transisi perpustakaan era Hindia Belanda ke Indonesia. Ya, tentu saja, itu karena keterbatasan pengetahuan saya yang belum benar-benar membaca sumber-sumber sejarah perpustakaan/kepustakawanan Indonesia. 


Catatan ringkas ini sekadar mengingatkan untuk mencari tahu apa yang perlu diketahui, sebagai penanda perjalanan, untuk pencarian lebih lanjut. 


***


Indonesia adalah wilayah bekas Hindia Belanda. Begitu pula lembaga-lembaga perpustakaannya. Indonesia mewarisi perpustakaan-perpustakaan dari era Hindia Belanda. 


Artikel Harsja W. Bachtiar berjudul "Perpustakaan dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan" dalam buku biografi Mastini Hardjoprakoso, bagi saya, adalah petunjuk yang sangat baik untuk melacak jejak pewarisan itu.


Artikel dapat diakses melalui tautan ini: bit.ly/3CfRGDS

Kendati, sejak tulisan itu pula persoalan jejak penelusuran mulai muncul, yaitu buku-buku berbahasa Belanda yang Bachtiar rujuk.

Sumber: Bachtiar, Harsja W. "Perpustakaan dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan", dalam Koestiniyati Mochtar, "Mastini Hardjoprakoso. Sosok Pribadi Unik". Jakarta: Yayasan Kawedri, 1994.

Bagi generasi Bachtiar, sih, memang tak cukup bermasalah dalam hal penguasaan bahasa Belanda. Apalagi jika bermodal latar belakang keluarga terpelajar. 


Begitu pula bagi generasi perintis pendidikan perpustakaan di Indonesia. Masalah justru muncul ketika hendak menerjemahkan rujukan-rujukan pendidikan perpustakaan dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia.


Catatan Rusina Sjahrial Pamuntjak menunjukkan perihal itu.


Sumber: Pamuntjak, Rusina Sjahrial. 1996. "Dan Pendidikan Perpustakaan Pun Terjadi ...". (Fotokopi dari koleksi pribadi Murtini Pendit).

Sumber: Pamuntjak, Rusina Sjahrial. 1996. "Dan Pendidikan Perpustakaan Pun Terjadi ...". (Fotokopi dari koleksi pribadi Murtini Pendit).


Rupanya pula, kajian tentang perpustakaan era Hindia Belanda memang tak banyak. Sekali lagi, ini kesimpulan sementara berdasarkan penelusuran terbatas.


Kajian secara ekstensif mengenai lembaga Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) yang selalu disebut-sebut dalam setiap tulisan tentang sejarah perpustakaaan Indonesia, pun, ‘baru’ muncul pada tahun 2009.


Itu pun baru kajian atas sebagian perjalanan BGKW, yaitu rentang tahun 1778-1867.

Sumber gambar: https://library.oapen.org/handle/20.500.12657/34657


Masih dalam bahasa Belanda pula.


Kadang-kadang kenyataan semacam ini bisa bikin patah arang.


Tapi, untunglah ada Google Terjemahan, kan?



Sebuah buku berjudul "Science and Scientists in the Netherlands Indies" memberi petunjuk untuk melacak perihal perpustakaan dan kepustakawanan Hindia Belanda, khususnya pada masa perang.

Sumber gambar: Koleksi Hatta Corner UGM, http://langka.lib.ugm.ac.id/viewer/index/793.
Buku ini juga dapat diakses melalui bit.ly/3Cgoe0z.

Buku itu memuat nama beberapa orang pustakawan serta tulisan-tulisan mengenai pengadaan bahan pustaka untuk kepentingan mendukung proses rekonstruksi Hindia Belanda pasca Perang Dunia II.








Catatan kaki terakhir artikel ini memuat perihal tiga periode situasi perpustakaan di Hindia Belanda, yakni: 1) Sebelum 1816; 2) 1816-1910; dan 3) 1910-1945. Periodisasi itu disusun oleh Miss Van Aalten. Ada juga informasi penting tentang asosiasi pustakawan era Hindia Belanda serta terbitan berkala perpustakaan yang perlu ditelusur lebih lanjut. hlm. 464.

Mari simpan terlebih dahulu petunjuk-petunjuk itu. 


Kembali ke para perintis Kepustakawanan Indonesia.


***


Tulisan Putu Laxman Pendit memberi penjelasan historis-konseptual mengenai masa transisi dari era Hindia Belanda ke era Kepustakawanan Indonesia.


Sumber: Pendit, Putu Laxman. 2018. "Pustaka dan Kebangsaan". Jakarta: ISIPII. hlm. 39.

Sampai di sini, saya ingin menarik kesimpulan sementara, bahwa semangat zaman para perintis Kepustakawanan Indonesia atau “Pustakawan Perintis” ialah mendukung proyek “nation and character building”. 

Istilah “Pustakawan Perintis” saya kutip dari nama “Paguyuban Pustakawan Perintis Indonesia”. Suatu perkumpulan non-formal yang dibentuk oleh para pustakawan yang namanya tercantum dalam gambar daftar isi di bawah ini serta pada dua tulisan di atas.





Kesimpulan sementara itu juga saya bangun berdasarkan pendapat Elly Julia Basri, Harkrisyati Kamil, dan Utami Hariyadi yang saya kutip di bawah ini.


"Salah satu aspek yang menonjol dalam kepribadian ketiga tokoh pustakawan ini adalah semangat nasionalisme dan kegigihan mereka dalam membangun kepustakawanan ..."


Semangat mendukung proyek “nation and character building” juga dapat dibaca pada program-program kegiatan Perpustakaan Yayasan Idayu yang pernah Murtini Pendit pimpin. 


Tulisan Harkriyati Kamil mengenai Mastini Hardjoprakoso yang secara gamblang memaparkan perihal tahapan-tahapan pembentukan Perpustakaan Nasional merupakan cermin terang perihal semangat kebangsaan sebagai semangat zaman itu.


***


Demikianlah catatan sementara perihal jejak-jejak Kepustakawanan Indonesia yang masih banyak bolong-bolongnya ini.


Terima kasih kepada para penulis artikel di atas yang sudah mengingatkan untuk membaca kembali sejarah Kepustakawanan Indonesia.


A luta continua!


###


*Tulisan ini merupakan publikasi ulang, dengan sedikit perbaikan, atas catatan yang dimuat dalam grup Republik ISIPII pada 6 Januari 2019.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Reply to this post

Post a Comment